Sukses

Jusuf Kalla Serukan Qunut Nazilah Saat Sholat Jumat untuk Doakan Rakyat Palestina

Jusuf Kalla mengatakan, Qunut Nazilah menjadi bentuk dukungan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (Ketum DMI) Jusuf Kalla alias JK menyerukan kepada seluruh umat Islam di Indonesia untuk menerapkan Qunut Nazilah saat pelaksanaan Sholat Jumat pada 3 Oktober 2023 besok. Hal itu dalam rangka mendoakan rakyat Palestina dari kejahatan kemanusiaan Israel.

"Menyerukan kepada seluruh umat Islam kiranya pada pelaksanaan sholat Jumat 3 November melakukan Qunut Nazilah," tutur Jusuf Kalla kepada wartawan, Kamis (2/11/2023).

Jusuf Kalla mengatakan, Qunut Nazilah menjadi bentuk dukungan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina.

"Qunut Nazilah dimaksudkan agar pelaku kejahatan kemanusiaan ini diberi hukuman yang setimpal dengan kejahatannya oleh Tuhan Yang Maha Kuasa," jelas dia.

Lebih lanjut, kata Jusuf Kalla, rakyat bangsa Palestina yang meninggal dunia dalam perjuangan mempertahankan harkat kemanusiaan statusnya adalah mati syahid, sehingga tidak perlu pelaksanaan salat gaib.

"Krisis Palestina versus Israel ini bukanlah perang antar agama, melainkan sepenuhnya merupakan perjuangan untuk mempertahankan hak-hak kemanusiaan serta kemerdekaan bagi rakyat Palestina," ungkapnya.

"Oleh karena itu pula, diharapkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, tanpa memandang suku, agama, dan ras atas nama kemanusiaan, menggalang solidaritas dukungan bagi bangsa Palestina sebagaimana amanat dalam Pembukaan UUD 45 serta sikap resmi pemerintah Indonesia yang mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Palestina," Jusuf Kalla menandaskan.

 

2 dari 4 halaman

Dukung Palestina, Chile dan Kolombia Kompak Tarik Dubes dari Israel

Tiga negara Amerika Latin lantang mendukung Palestina. Chile memutuskan menarik duta besarnya dari Israel.

"Karena pelanggaran hukum kemanusiaan internasional yang tidak dapat diterima yang dilakukan Israel di Jalur Gaza," ungkap Kementerian Luar Negeri Chile, seperti dilansir ABC News, Kamis (1/11/2023).

Kolombia pun mengambil langkah serupa.

"Jika Israel tidak menghentikan pembantaian terhadap rakyat Palestina, kita tidak bisa tetap di sana," tulis Presiden Gustavo Petro di X alias Twitter.

Bahkan, Bolivia jauh lebih keras; memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel pada Selasa (31/10).

"Bolivia memilih memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai penolakan dan kecaman atas serangan militer Israel yang agresif dan tidak proporsional di Jalur Gaza," demikian diumumkan Wakil Menteri Luar Negeri Bolivia Freddy Mamani.

Bolivia, Chile, dan Kolombia semuanya mempunyai pemerintahan sayap kiri.

3 dari 4 halaman

Solidaritas dan Dukungan Teguh bagi Palestina

Menteri Luar Negeri Bolivia Maria Nela Prada menyebut Israel melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Dia kemudian menyerukan Israel menghentikan serangan di Jalur Gaza yang telah mengakibatkan ribuan korban sipil dan pengungsian paksa warga Palestina.

Chile juga menyerukan segera diakhirinya permusuhan. Mereka mengutuk operasi Israel, dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan hukuman kolektif terhadap penduduk sipil Palestina di Gaza.

Seperti halnya Bolivia, Chile tidak menyinggung serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober.

"Bolivia menolak perlakuan bermusuhan Israel terhadap aktor internasional yang memberikan bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza," tegas Prada, seraya menambahkan bahwa Bolivia akan mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza.

Pada 7 Oktober, Kementerian Luar Negeri Bolivia hanya mengatakan bahwa mereka sangat prihatin atas peristiwa kekerasan yang terjadi di Jalur Gaza antara Israel dan Palestina. Pada 18 Oktober, Kementerian Luar Negeri Bolivia mengutuk serangan Israel dan menekankan solidaritas serta dukungan teguh terhadap rakyat Palestina.

Otoritas kesehatan Gaza mengatakan bahwa lebih dari total warga Palestina yang tewas sejak 7 Oktober telah melampaui 8.500 orang, termasuk lebih dari 3.500 anak-anak.

4 dari 4 halaman

10 WNI Tercatat di Gaza, 3 Orang Tak Ikut Evakuasi dan Pilih Bertugas Jadi Relawan

10 Warga Negara Indonesia (WNI) saat ini tercatat berada di Gaza. Tiga di antaranya memilih untuk tetap tinggal, sementara tujuh orang lainnya akan dievakuasi oleh pemerintah Indonesia. 

Ketiga WNI tersebut merupakan relawan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) yang bertugas di Gaza. 

"Tiga relawan MER-C sejak awal memang tidak mau dievakuasi. Sejak awal kita komunikasi, mereka memang ingin tetap tinggal," kata Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Judha Nugraha dalam pernyataan pers, Rabu (2/11/2023). 

Judha mengatakan bahwa tiga relawan tersebut tinggal di Rumah Sakit Indonesia di Gaza. Mengenai keputusan mereka yang tidak mau dievakuasi, ia turut menjelaskan bahwa tugas negara adalah menyelamatkan WNI dari lokasi berbahaya ke lokasi lebih aman, yang sifatnya sukarela.

"Kami tidak memaksa. Negara tugasnya menyiapkan dan menyediakan fasilitas tersebut," tutur Judha. 

"Pilihan kembali kepada pribadi masing-masing. Dalam komunikasi kami, tiga WNI itu memang memilih tetap tinggal dan menjalankan tugas kemanusiaan di RS Indonesia, dan kita hargai pilihan tersebut."

Sementara itu, tujuh WNI lainnya yang terdiri dari dua keluarga, tinggal di rumah masing-masing yang terletak di Gaza Utara dan Gaza Tengah. 

Lebih jauh, Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhammad Iqbal menjelaskan bahwa permasalahan utama dalam proses evakuasi ini adalah menjamin keselamatan mereka. 

"Kita tidak akan menggerakkan WNI kita kecuali ada jaminan keselamatan yang bersangkutan yang bisa dibawa dari rumahnya sampai perbatasan," kata Iqbal dalam kesempatan yang sama. 

Selain dari Gaza, Kemlu RI sebelumnya telah berhasil mengevakuasi empat WNI dari Israel, sementara 132 WNI lainnya yang mayoritas merupakan pelajar, memilih untuk tetap tinggal karena masih merasa aman. 2 dari 4 halaman